Brotowali dikenal dengan rasa pahitnya. Namun, dalam zat pahit pikroretin dan alkaloid berberina itu terkandung senyawa ampuh untuk membunuh bakteri jahat di saluran pencernaan, termasuk cacing.
Sebelum teknologi farmasi berkembang pesat seperti saat ini, obat memang identik dengan rasa pahit. Meski tidak ada korelasinya secara nyata, sebagian orang masih percaya, rasa pahit itu memberi sugesti positif terhadap kesembuhan suatu penyakit.
Salah satu tanaman obat yang paling sering dihubungkan adalah brotowali. Herbal dari famili Menispermaceae ini sejak zaman dulu memang sudah lama dimanfaatkan sebagai obat alami.
Di beberapa daerah, tanaman obat ini dikenal dengan nama Penawar Sampai (Kalimantan, Banjar), andawali (Sunda), daun gadel, putrawali (Jawa), dan antawali (Bali). Tak hanya daunnya, bagian batang tanaman merambat ini juga dikenal sebagai sumber senyawa kimia yang berkhasiat obat.
Tak heran, orang memanfaatkannya untuk meredam gangguan pegal linu maupun rematik, luka tergores, perangsang nafsu makan anak-anak, juga untuk mengobati sakit kuning dan cacingan. Air rebusan daunnya digunakan untuk mencuci luka atau penyakit kulit seperti kudis dan gatal-gatal, sebagai cairan antiseptik.
Campuran air rebusan daun dan batang brotowali dipercaya mampu mengontrol laju gula darah pada penderita penyakit kencing manis. terakhir sebuah studi ilmiah membuktikan bahwa tanaman merambat dengan panjang mencapai 2,5 m atau lebih ini berpotensi dikembangkan untuk meredam malaria.
Dilihat dari bentuknya, ukuran batang brotowali hanya sebesar jari kelingking, berbintil-bintil rapat, rasanya pahit. Daun tunggal, bertangkai menjantung atau agak membundar, berujung lancip. Bunga kecil, berwarna hijau muda atai putih kehijauan.
Banyaknya manfaat tumbuhan ini mungkin berkaitan dengan beragam jenis senyawa kimia yang dikandungnya, antara lain zat pahit pikroretin-barberin, hijau daun, alkoloid, dan senyawa tinokrisposid, yang terus dikembangkan sebagai pereda malaria.
Brotowali menyebar merata hampir di seluruh wilayah Indonesia dan beberapa negara lain di Asia Tenggara, dan India. Brotowali tumbuh baik di hutan terbuka atau semak belukar di daerah tropis.
Tak ada alasan bagi Anda untuk tidak menanamnya sebagai salah satu koleksi tanaman obat keluarga.
Meramu Andawali
Andrawali merupakan sebutan brotowali dalam bahasa Sunda. Berikut beberapa contoh ramuannya:
Luka luar:
Ambil batang brotowali (kurang lebih sepanjang 30 cm), berikut 20-30 lembar daunnya, cuci bersih, rajang kasar, lalu rebus dengan air sampai masak. Dinginkan, lalu gunakan untuk membersihkan luka sebagai cairan antiseptik.
Cara lain, tumbuk sampai halus kurang lebih sepuluh daun brotowali segar, lalu tempelkan pada luka. Sebaiknya ramuan ini digunakan untuk luka baru (belum terjadi infeksi).
Gatal:
Rebus 20 gram batang brotowali dengan 2 gelas air sampai airnya tinggal setengah. Saat masih hangat, pakai untuk merendam bagian tubuh yang gatal.
Cara lain, tumbuk beberapa lembar daun segar sebagai bobok dan letakkan di bagian kulit yang gatal. Hindari pemakaian dalam jangka waktu lama (lebih dari sehari) karena dapat memicu iritasi.
Menambah nafsu makan:
Ambil 3 helai daun brotowali segar dan 30 gram batangnya. Rebus dengan dua gelas air sampai airnya tinggal setengah. Setelah dingin, saring. Minum air rebusan ini dengan menambahkan gula batu atau beberapa sendok madu untuk mengurangi rasa pahit.
Sebagai cekokan rebus beberapa lembar daun brotowali dan batangnya. Campur dengan sedikit air, kemudian gunakan sebagai cekokan.
Malaria:
Ambil kurang lebih 20 cm batang brotowali berikut daunnya, cuci bersih, rebus dengan 1 liter air. Saring dan dinginkan. Setelah dingin, minum air rebusan tersebut. Tambahkan gula batu atau satu sendok madu agar tidak terlalu pahit. Ramuan ini sebaiknya tidak diminum wanita hamil atau mereka yang mengalami masalah dengan ginjal.
Pegal Linu:
Ambil 10 cm batang brotowali, cuci bersih, lalu potong kecil-kecil. Rebus dengan 3 gelas air sampai tinggal setengahnya, lalu saring. Agar lebih terasa hangat, boleh ditambahkan jahe atau dicampur dengan dua sendok makan madu.
KLOROFIL
Meski kandungan zat hijau daun atau klorofil dalam daun brotowali tidak begitu besar dibandingkan dengan jenis sayuran, sebuah studi yang dilakukan di Malaysia mengungkapkan kandungan klorofil dalam brotowali bermanfaat melancarkan peredaran dan menekan pertumbuhan bakteri jahat di pencernaan, termasuk gangguan cacing.
SENYAWA ALKALOID
Senyawa alkaloid, dalam takaran terbatas, cukup aman digunakan. Dalam daun brotowali, senyawa yang terdiri dari aporfin, berberin, dan palmatin ini berfungsi meredakan rasa sakit. Sifat alami inilah yang dipercaya sebagai pereda rasa nyeri pada luka memar atau pegal linu.
SENYAWA TINOKRISPOSID
Hasil pemeriksaan ini vivo di laboratorium, batang brotowali mengandung tinokrisposid atau suatu senyawa yang berpotensi dikembangkan untuk obat antimalaria. Hasilnya menunjukkan tinokrisposid dapat menekan perkembangan P. berghei (varian virus penyebab malaria) dalam darah mencit secara sangat bermakna.
Tak hanya untuk malaria, senyawa ini juga potensial sebagai bahan alami untuk obat analgetik, antiinflamasi, dan antidiabetes.
ZAT PAHIT
Senyawa kimia pahit yang terkandung dalam batang brotowali adalah pikroretin dan alkaloid berberina. Senyawa inilah yang dipercaya mampu menekan tumbuhnya bakteri penyebab infeksi, terutama pada luka luar, luka gores, atau luka memar.
Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa ekstrak uji batang brotowali dengan konsentrasi 1,0 g/ml bersifat bakteriostatik terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli, yang dapat menyebabkan infeksi di kulit. Sumber